Jakarta, TopBusiness – PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (Persero) atau PT TWC merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di sektor pariwisata. Sebagai perusahaan pelat merah, tentu saja pihaknya mengikuti regulasi yang ada untuk menggelar program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) sebagai bukti kepedulian terhadap masyarakat sekitar. Sebelumnya, program ini bernama Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Program TJSL PT TWC sendiri sudah sesuai dengan prinsip Corporate Social Responsibility (CSR) dan juga mengadopsi Creating Shared Value (CSV). Sehingga bagi TWC ini, aksi pertanggungjawaban perusahaan yang dilakukannya itu tak hanya sekadar melakukan program sosial atau kepedulian, tapi juga program CSR-nya sesuai dengan langkah bisnis perusahaan.
Salah satu program TJSL tersebut adalah program pengembangan Balai Ekonomi Desa (Balkondes) yang dikembangkan di 20 desa di sekitar kawasan Candi Borobudur.
“PT TWC mengembangkan Balkondes Ngaran atau Borobudur di Desa Borobudur. Sedang 19 BUMN lainnya mengembangkan di desa-desa sekitar, antara lain Balkondes Wringing Putih oleh PT Pertamina (Persero), Balkondes Nargogondo dikembangkan oleh PT Pegadaian, Balkondes Ngadiharjo oleh PT PLN (Persero), dan lainnya. Setelah bangunan didirikan pengelolaannya diserahkan kepada BUMDes,” papar Sekretaris Perusahaan PT TWC, Emilia Eny Utari.
Paparan Emilia itu disampaikan saat sesi penjurian Top CSR Awards 2021, yang digelar secara virtual, pada Kamis (25/2/2021). Pada sesi itu, Emilia didampingi antara lain Manager TJSL, Sarwo Eddy.
PT TWC sendiri menjadi salah satu dari sekian perusahaan yang terpilih menjadi peserta penjurian TOP CSR Awards 2021 yang kali ini mengangkat tema, ‘Peran Strategis CSR dalam Mendukung Keberlangsungan Bisnis yang Berkelanjutan di masa Kenormalan Baru’.
Balkondes sendiri memang digarap bersama oleh 20 BUMN sebagai langkah sinergi BUMN. Dan kini dengan adanya Balkondes tersebut, telah menjadi salah satu penyebab peningkatan kesejahteraan masyarakat di sana. Memang awal pendirian Balkondes ini, inisatornya adanya PT TWC, Patrajasa, dan ITDC, setelah itu mulai menggandeng BUMN lain.
Dalam pemaparannya di depan Dewan Juri, Emilia menyebut keberhasilan dalam pembinaan Balkondes ini. Salah satunya Balkondes di Desa Ngaran, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah tersebut. Balkondes ini termasuk yang terdekat dari posisi Candi Borobudur dan dibina langsung oleh PT TWC.
“Balkondes ini merupakan local wisdom yang berada di wilayah kami. Potensinya sangat bagus untuk dikembangkan. Makanya, kami arahkan warga desa di sana membangun Balkondes antara lain berupa homestay-homestay,” tutur dia.
“Balkondes yang ada di Ngaran ini menjadi salah satu dari empat Balkondes yang berhasil mengantongi pendapatan yang positif. Ini adalah binaan kami dari 20 binaan desa Balkondes yang ada. Jadi dari 20 itu ada sekitar empat yang bisa mandiri termasuk di desa Ngaran yang kami bina tersebut. Jadi mereka yang semula belum dapat untung, bahkan saat ini sudah bisa untung hingga Rp180 juta di tahun 2020 lalu. Kami terus bina dari yang mulai sepi pengunjung hingga saat ini ramai pengunjung,” sambungnya.
Pengembangan Balkondes ini tak berdiri sendiri. Menurutnya, tetap sesuai dengan pengembangan bisnis perusahaan. Makanya kemudian, pihak TWC pun menawarkan program paket wisata yang diselaraskan dengan penggunaan jasa homestay di sekitar Borobudur ini.
“Ada paket khusus untuk bisa masuk ke homestay-homestay di Balkondes yang ada di 20 desa itu. Dalam bentuk paket-paket wisatanya. Misal Paket VW, yaitu menggunakan mobil VW safari tour keliling Balkondes. Ada juga Paket Andong, Paket Tilik Deso, dan lainnya. Jadi semua itu kita selarasakan untuk strategi bisnis kami,” ujar Emilia lagi.

Program TJSL Lain
Sejatinya, tak hanya Balkondes yang diandalkan PT TWC. Namun banyak program TJSL lain yang dikembangkan, seperti pemberdayaan ibu-ibu rumah tangga dengan produk andalannya bisa mengembangkan produk-produk ekonomi kreatif. Juga ada program Mahasiswa Kreatif, Budidaya Tanaman Organik, dan program e-Balita.
“Untuk program pemberdayaan ibu-ibu rumah tangga ini dilakukan pelatihan dan pendampingan kepada ibu-ibu rumah tangga ini dalam meningkatkan keterampilan agar lebih produktif dan mendapat nilai tambah untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi keluarga. Dan ini terbukti berhasil. Karena sudah terbentuk kelompok usaha bersama ibu-ibu rumah tangga mandiri dan berkarya,” ungkap dia.
“Program ini [dilakukan] dari Juli 2020, dan hingga Februari 2021 lalu kami sudah monitoring mereka sampai akhinya mereka bisa mendirikan toko. Ini salah satu contoh kontrobusi kami membantu kesejahteraan mereka, tentu dengan tata kelola yang baik,” sambung Emilia lagi.
Dia melanjutkan, untuk program Mahasiswa Inovatif dengan cara memberikan kesempatan dan pendampingan kepada kelompok mahasiswa agar menjadi entrepreneur muda yang sukses, menjadi pengusaha siap kerja, sehingga dapat bermanfaat bagi orang lain.
Selanjutnya, untuk program Budidaya Tanaman Organik, dengan memberikan pelatihan dan pendampingan kepada kelompok tani dalam mengolah tanah dan menanam padi dan polowijo secara organik. “Ini indikator suksesnya menjadi petani tangguh dan role model petani lainnya, sehingga terciptanya desa organic yang mampu memenuhi kebutuhan pangan,” tandasnya lagi.
Dan program unggulan yang terakhir adalah, e-Balita yang dilakukan secara virtual. Program ini berupa pendampingan dan implementasi sistem aplikasi e-Balita sebagai data base untuk pemetaan wilayah yang terdapat balita stunting.
“Ini pencapaiannya dengan melakukan digitalisasi database balita bagi kader posyandu di wilayah penerima manfaat nantinya,” tegas Emilia.

Anggaran TJSL
Dalam rangka menunjang komitmen yang tinggi dalam program TJSL ini, Sarwo Eddy menambahkan, selama tahun lalu banyak anggaran yang sudah dikucurkan PT TWC. Bahkan angka realisasinya melebihi dari target.
Untuk program kemitraan misalnya, dari anggaran per 31 Desember 2020 lalu sebanyak Rp1,8 miliar, ternyata dalam realisasinya naik menjadi Rp2 miliar atau tepatnya Rp1,99 miliar. Dan untuk anggaran tahun ini bahkan ditargetkan bisa mencapai Rp5,1 miliar.
Lebih jauh dia merinci, untuk program kemitraannya, dari dana tersebut serapan terbesar adalah di sektor perdagangan yang sebanyak Rp882,5 juta, kemudian disusul sektor jasa (Rp562,5 juta), pertanian (Rp170 juta), industri (Rp150 juta), peternakan (Rp140 juta), dan dana pembinaan (Rp86,1 juta).
Adapun untuk prognosa penyaluran dana ke masing-masing wilayah di sekitar Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Candi Ratu Boko itu adalah untuk wilayah Magelang sebanyak Rp520 juta, kemudian disusul Sleman (Rp497,5 juta), Klaten (Rp473,6 juta), Wonosobo (Rp440 juta), dan wilayah lainnya.
Kucuran anggaran tersebut ternya dibuktikan dengan keberhasilan mereka mengelola bisnisnya. Ada empat mitra binaan (MB) yang relatif sukses dalam menggunakan dana pinjaman ini. Seperti MB Gardjito Senohadi yang memiliki usaha produksi batik jumputan. Mereka terbukti naik kelas dari semula pinjamannya Rp30 juta menjadi Rp50 juta dan berhasil melibatkan masyarakat sekitar dalam produktivitasnya.
“Juga ada mitra binaan atas nama Dono Kuncoro yang memiliki jenis usaha produksi telur asin. Ternyata dia berhasil naik kelas dengan bisa meningkatkan pinjaman yang semula Rp25 juta menjadi Rp75 juta dengan bisa mendapatkan sertifikasi PIRT dan peningkatan omset,” tutur Sarwo Eddy lagi.
FOTO: Istimewa