Jakarta, TopBusiness – Daya tarik investasi jadi kunci pertumbuhan dan pemulihan ekonomi di masa pandemi. Implementasi UU Cipta Kerja merupakan semangat utama mewujudkan kemerdekaan ekonomi dan semua bidang termasuk kesehatan.
HUT Kemerdekaan RI bisa jadi momentum kebangkitan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19. Optimisme ini muncul jika melihat kinerja ekonomi kuartal II 2021 yang pertumbuhannya mencapai 7,07 persen jika dibandingkan periode yang sama di tahun lalu.
Angka pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi itu bisa dibilang sinyalemen ekonomi Indonesia mulai keluar dari resesi, setelah 1,5 tahun dihantam pandemi Covid-19. Hampir semua indikator ekonomi secara konsisten menunjukkan perbaikan. Mulai dari ekspor yang tumbuh hingga 31,78% sampai konsumsi rumah tangga yang mencatat angka tinggi di level 5,93%.
Sikap optimistis juga ditunjukkan Presiden Jokowi saat berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Tahunan DPR-DPD RI Tahun 2021 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (16/08) pagi. Kepala Negara mengatakan kebangkitan ekonomi dipengaruhi daya tarik investasi yang besar.
“KIta harus bangga dan bersyukur, di tengah himpitan pandemi, kinerja pertumbuhan ekonomi kita cukup baik, bahkan dikategorikan keluar dari krisis. Pada periode Januari-Juni 2021, realisasi investasi Indonesia di luar sektor migas mencapai Rp448,2 triliun,” jelas Presiden Jokowi.
Presiden meminta pertumbuhan investasi tetap harus menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Masuknya investasi di awal-awal tahun ni menyerap lebih dari 620 ribu tenaga kerja yang tentunya membuat masyarakat mempunyai penghasilan dan memiliki daya beli di tengah pandemi.
Menyikapi optimisme presiden mengenai kebangkitan ekonomi nasional, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan mendukung penuh dan yakin atas proyeksi ekonomi dari pemerintah meskipun situasi masih dalam ketidakpastian.
“Keinginan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi seperti kuartal II-2021 bisa saja kita lakukan, asalkan ada upaya ekstra. Salah satu kuncinya mengenai penanganan Covid-19 yang jelas dan terukur. Bagaimanapun, pandemi yang mengakibatkan krisis multidimensi ini hadirnya dari masalah kesehatan, sehingga pemulihan ekonomi harus sejalan dengan pemulihan kesehatan,” jelas Arsjad, di Jakarta, (18/8/2021).
Kadin Indonesia melihat kombinasi vaksinasi dan protokol kesehatan mempercepat pemulihan ekonomi dan mengatasi jeratan pandemi. Kadin Indonesia juga berupaya membantu pemerintah untuk mempercepat target vaksinasi nasional dengan program Vaksinasi Gotong Royong yang merupakan program vaksinasi Covid-19 mandiri yang diinisiasi kalangan swasta agar tidak membebani APBN.
Optimisme Pertumbuhan Ekonomi
Saat menyampaikan RUU APBN 2022 dan Nota Keuangan di gedung MPR/DPR/DPD, Presiden Jokowi optimis pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5 persen – 5,5 persen pada tahun 2022 meski masih dibayangi ketidakpastian akibat pandemi COVID-19. Proyeksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan yang dipatok tahun ini, sebesar 5 persen.
Presiden juga mengatakan, selain pandemi COVID-19, dunia juga harus bersiap menghadapi tantangan global lainnya. Oleh karena itu, APBN 2022 harus dirancang antisipatif, responsif dan fleksibel dalam merespons ketidakpastian, tetapi tetap mencerminkan optimisme dan kehati-hatian. Anggaran kesehatan, kata Jokowi, direncanakan sebesar Rp255,3 triliun, atau 9,4 persen dari belanja negara.
Menanggapi proyeksi pemerintah terkait RUU APBN 2022 dan Nota Keuangan itu, Arsjad mengatakan Kadin Indonesia mengikuti optimisme presiden pertumbuhan ekonomi di tahun 2022 mencapai angka 5% sesuai pertumbuhan kuartal II 2021. Namun, Arsjad mengingatkan agar pemerintah tetap mengutamakan untuk mengedepankan program pemulihan kesehatan sebagai kunci kebangkitan ekonomi.
“Kadin Indonesia dalam hal ini realistis pemerintah akan mencapai angka itu. Intinya kami mendukung tapi juga menambahkan, memberi masukan dan mengoreksi. Misalnya, sesuai prinsip Kadin Indonesia pemerintah harus menjalankan segitiga kebijakan dalam situasi pandemi, yakni kesehatan dipulihkan, roda ekonomi berjalan dan perlindungan sosial diutamakan. Secara prinsipnya kita harus menerima secara realistis hidup dalam pandemi sebagai norma baru kehidupan,” ujarnya.
Perpanjangan PPKM misalnya, Kadin Indonesia atau dunia usaha menerima karena itu pasti diperhitungkan secara matang. Akan tetapi, pemerintah juga harus mempertimbangkan sektor seperti manufaktur dan ritel untuk dibuka sepenuhnya dengan syarat pekerjanya protokol kesehatan dijalankan secara ketat dan vaksinasi seluruh pekerjanya dijalankan, karena bagaimana pun roda ekonomi tidak bisa dihentikan. Ini adalah bentuk adaptasi dalam hidup bersama Covid-19 yang tak dapat dihindarkan.
Pemerintah juga menargetkan penerimaan perpajakan pada 2020 sebesar Rp1.506,91 miliar dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2022. Target tersebut tumbuh 9,5 persen jika dibandingkan dengan outlook penerimaan pajak 2021 sebesar Rp1.375,8 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan target APBN Tahun Anggaran 2021 yang sebesar Rp1.229,6 triliun, maka proyeksi penerimaan pajak pada 2020 meningkat sebesar 22,5 persen.
“Refocusing dan restrukturisasi anggaran sangat perlu di era pandemi. bagaimanapun pemulihan kesehatan, bansos dan subsidi itu masih mengandalkan APBN. Paling utama itu mengedepankan kesehatan dan UMKM. Soal pajak, ini mesti cermat dan sangat hati. Soal tanggung jawab, semua perusahaan pasti ingin berkontribusi dengan membayar pajak tentunya,” ujarnya.
Namun pemerintah harus melihat, ada industri yang memang terpukul sangat berat sehingga pajak justru sangat memberatkan. Jadi, lanjut Arsjad, mesti ada keseimbangan dan prioritas mana yang harus kena pajak mana yang direlaksasi, pihak pajak harus melihat situasi ini karena keadaan setiap industri dan perusahaan berbeda beda tidak bisa dipukul rata.
Beberapa sektor industri kata Arsjad memang sedang membaik, maka dari itu Kadin Indonesia berdialog dengan pemerintah mengusulkan mana yang bisa didorong pajaknya, mana yang relaksasi. Pasalnya, jika pajak dikenakan semua alias pukul rata, ini bukan hanya berdampak pada perusahaannya, tapi juga sosialnya alias ke pekerjanya.
FOTO: Istimewa
