Jakarta, TopBusiness – Komitmen implementasi GRC (Governance, Risk, dan Compliance) Bank Jawa Barat (BJB) Syariah tak diragukan lagi. Sebagai perusahaan jasa keuangan (perbankan) umum syariah, BJB Syariah telah melakukan banyak transformasi manajemen terutama terkait GRC dengan infrastruktur yang memadai. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik atau bisa disebut good corporate governance (GCG).
“Implementasi GCG di BJB Syariah terus menrus menjadi sebuah komitmen dari manajemen, terus menerus menjadi satu rujukan bagaimana kita menjalankan organisaisi dengan sehat dan tentunya itu jg outputnya adalah bagaimana kinerja keuangan membaik dari waktu ke waktu,” demikian pernyataan Vicky Fitriadi selaku Direkturt Oprasional BJB Syariah saat mengikuti wawancara penjurian TOP GRC Awards 2022 secara daring, Jumat (29/7/2022).
Optimalisasi Tugas Manajamen Risiko
Dalam presentasinya berjudul ‘Meningkatkan Kinerja Berkelanjutan Melalui Peningkatan Peran Governance & Compliance’, Vicky menuturkan bahwa untuk mendukung penerapan GRC, BJB Syariah berupaya mengoptimalkan peran dan fungsi komite dan infrastruktur penunjang , terutama komite manajemen risiko.
“Komite resiko sebagai aparat yang mendukung komisaris, tanggung jawabnya yaitu berjalan dengan baik. manajemen resiko yang tentunya melakukan panatauan secara berkelanjutan karena bagai manapun dalam pelaksanaan manajemen risiko harus ada prosedur pengukuran berkelanjutan sehingga bisa menyediakan informasi yang memadai untuk mengambil keputusan evaluasi dan tentu nantinya kepada pengendalian,” terang Vicky.
Dari catatan redaksi, Komite Pemantau Risiko menjadi bagian vital dalam implementasi GRC. Hal ini dapat dilihat dari tugas dan fungsinya yang amat dibutuhkan untuk menunjang kinerja positif perusahaan. Belum lagi sederet tugas utama yang jumlahnya lebih banyak dibanding komite lainnya. Tentu ini menunjukan betapa pentingnya manajemen risiko bagi keberlanjutan bisnis BJB Syariah sebagai industri jasa keuangan.
Dalam kesempatan yang sama, Vicky menjelaskan secara komprehensif terkait dengan tugas utama komite pemantau risiko seperti, Melakukan Evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan tersebut, Mengevaluasi, mengkaji dan memberikan rekomendasi atas Rencana Bisnis Bank dan rencana kerja sebelum mendapat persetujuan Dewan Komisaris khususnya yang terkait dengan risiko yang akan dihadapi oleh bank.
“Manajemen risiko secara rutin melakukan kegiatan dan tugas-tugasnya sangat banyak, satu di antaranya memberikan sebuah pemantauan, pengawasan, pengukuran terkait dengan profil dari resiko-resiko yang tentunya harus kita jaga,” terangnya.
Selain itu, Komite Pemantau Risiko juga memiliki tugas untuk Mengkaji risk philosophy yang telah ditetapkan Bank dan memastikan bahwa risk philosophy tersebut telah diimplementasikan pada tiap kebijakan Bank dan dikomunikasikan kepada seluruh pegawai Bank sehingga dapat terbentuk budaya risiko (risk culture) yang kondusif.
Tak hanya itu, komite ini juga harus memastikan bahwa Bank telah memiliki risk appetite dan Risk Tolerance serta telah dijabarkan kedalam kebijakan pada tiap unit kerja, unit bisnis dan bank secara keseluruhan.
“Dan tentunya memberikan batasan-batasan dan parameter untuk bagaimana pengendalian itu dilakukan salah satu diantaranya adalah bagaimana melakukan pemantauanatas risk appetite dan Risk Tolerance, khususnya dari sisi pembiayaan mungkin terkait bagaimana mengendalikan sektor usaha tertentu,” ujar Vicky.
“Kita juga memantau semua inheren-inheren risk dan dan parameter-parameter yang melekat pada inhern risk itu di semua aspek-aspek yang menjdi pemantauan dari profil manajemen risiko,” lanjutnya.
Kinerja Bisnis BJB Syariah
Komitmen BJB Syariah terhadap implementasi GRC patut diapresiasi. Pasalnya, langkah tersebut nampaknya berbuah manis, laporan kinerja BJB Syariah yang diterima redaksi menunjukan kinerja positif, khusunya terkait kinerja keuangan.
Dalam presentasinya, Vicky juga menampilkan table kinerja keuangan, mulai dari neraca, rasio dan kinerja laba rugi. Dari materi yang disampaikan, secara keseluruhan pencapaian keuangan yang dihasilkan menunjukan pertumbuhan positif. “Ini merupakan gambaran profil kinerja kita, karena kita fokus di 2021, karena memang yang harus kita lihat adalah bagaimana keuangan yang tentunya bagian dari fundamental yang harus terus menerus kita jaga, khususnya kepada kondisi-kondisi dari permodalan” paparnya.
“Posisinya di 2017 terlihat bahwa di permodalan kita masih di bawah satu triliun, itu karena ada beberapa permasalahan di mana kita harus melakukan perbaikan namun kmeudian kita berhasil survive sehingga di tahun 2021 ada komitmen untuk meningkatkan ekuitas (permodalan) dan menjaga kondisinya dengan baik. inilah bentuk komitmen BJB induk untuk bisa menjaga keberlanjutan bisnis, lanjutnya.
Terkait dengan labar rugi juga secara keseluruhan menunjukan kinerja positif, khususnya pembukuan tahun 2021. Bahkan di pertengahan tahun 2022 ini, BJB Syariah juga menunjukan kinerja positif. Tercatat laba sebelum pajak pada tahun 2020 sebesar Rp 32 miliar dan meningkat menjadi Rp 86 miliar pada tahun 2021.
“Di tahun 2022, pertengahan ini kami memang profil yang tetap menunjukan pertumbuhan pada kesmpatan ini kami berikan gambaran bahwa trelihat secara signifikan kami menunjukan sebuah perbaikan. Kalu dari 2020 Rp 30 miliar laba sebelu mpajak, tapi (menjadi) Rp 86 miliar pada 2021 dan itu secara signifikan terjadi pertumbuhan 170 persen,” terangnya.
Sebagai informasi, untuk laba setelah pajak, BJB Syariah membukukan laba pada tahun 2020 sebesar tiga miliar dan meningkat menjadi Rp 21 miliah pada tahun 2021 atau tumbuh sekitar 496,47 persen.
Penulis: Abdullah Suntani