
Jakarta, businessnews.id — Industri Jasa keuangan dan profesi penunjang Industri keuangan akan segera membayar pungutan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan) mulai tanggal 15 April 2014. Namun OJK masih punya pekerjaan rumah atau PR yang harus segera dituntaskan yakni membuat peraturan OJK dan sosialisasi.
Untuk tugas sosialisasi, hal ini masih dianggap kurang bahkan belum dilakukan. Menurut wakil Koordinator OJK Watch, Mustofa, kurangnya sosialisasi akan pungutan OJK itu sangat terasa pada kalangan profesi penunjang pasar modal seperti akuntan publik, penilai, penasihat hukum dan notaris.
“Beberapa waktu lalu, Nurhaida (kepala eksekutif pasar modal OJK) mengatakan telah melakukan sosialisasi kepada industri, tapi baru dilakukan setelah kami protes kepada OJK,” kata dia di Jakarta (17/3/2014).
Kurangnya sosialisasi itu juga terlihat ketika Ketua IAPI (Ikatan Akuntan Publik Indonesia) Tarko Sunaryo memersoalkan banyaknya pungutan yang bakal ditanggung oleh akuntan publik yang berpraktek di industri keuangan.
Menurutnya, akuntan publik bila berpraktek di perbankan akan dikenakan biaya pendaftaran Rp 5 juta, selanjutnya jika ia berpraktek di pasar modal juga dikenakan Rp 5 juta, begitu juga ketika akan berpraktek di industri asuransi akan dikenakan Rp 5 juta. Di samping itu akan dikenakan pungutan 1,2 persen untuk tiap kontrak kerja.
“Kalau begini banyak pungutan, akan menjadikan profesi akuntan publik tidak menarik bagi generasi muda,” kata dia.
Mengenai pungutan yang berkali-kali itu, Deputi komisioner Manajemen Strategis OJK Lucky F. Hadibrata menyatakan, akuntan publik hanya cukup sekali membayar pendaftaran praktek di industri keuangan. “Jadi hanya membayar pendaftaran sekali untuk bisa praktek di pasar modal, perbankan, dan industri keuangan lainnya” terangnya.
Ia mengatakan bahwa proses sosialisasi kepada industri keuangan terutama kepada profesi penunjang pasar modal, akan segera dilakukan .
Lucky pun mengatakan, OJK berusaha mengurangi pengunaan dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dalam operasionalnya. Bahkan di masa yang akan datang, operasional pengawasan industri jasa keuangan akan ditunjang oleh pungutan.
Dia mengatakan, pungutan OJK pada tahun 2014 akan mencapai Rp 1,67 triliun, uang pungutan itu akan digunakan sebagai biaya operasional OJK tahun anggaran 2015. Namun dana tersebut masih perlu ditambah dengan dana dari APBN.
“Sebab di tahun 2014 saja, anggaran kami mencapai Rp 2,4 triliun, dan itu tidak termasuk remunerasi 1.300 pegawai BI yang dipinjamkan,” terangnya
Ditambahkannya, penggunaan iuran akan mendominasi seluruh anggaran OJK secara bertahap di mana tahun ini OJK akan memungut 0,03 persen dari perbankan; 1,5 persen dari pendapatan usaha emiten, industri keuangan lainnya, serta profesi penunjang industri keuangan.
Terkait dengan suara keberatan dari industri keuangan, seperti yang sering disuarakan oleh Ketua Umum Perbanas (Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional) Sigit Pramono, ia mengingatkan bahwa semua bank sentral di dunia memungut iuran dari perbankan
“Pak Sigit Pernah Jadi direktur utama BNI yang cabangnya ada di New York ( USA ) dan London, berarti kan sudah pernah merasakan dipungut oleh Federal Reserve dan Bank Of England,” kata Lucky.
Pada kesempatan yang sama, Sigit Pramono mengakui adanya pungutan dari Federal Reserve dan Bank Of England terhadap kantor cabang BNI di New York dan London. Namun jumlahnya tidak sebesar pungutan OJK. “Ada tapi sangat kecil,” terangnya. (ABDUL AZIZ)