Jakarta, TopBusiness – Kinerja kinclong PT Food Station Tjipinang Jaya (Food Station /FS), sebagai perusahaan dengan konsentrasi stabilisator kebutuhan pangan di wilayah DKI Jakarta. Food Station merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang 100 persen sahamnya dikuasai Pemprov DKI Jakarta.
Food Station sebagai perusahaan BUMD yang sangat-sangat sehat, dengan tata kelola menerapkan Good Corporate Government (GCG). Lantas pula sebagai perusahaan yang harus pula menciptakan laba bagi pemegang sahamnya, maka pendapatan perusahaan daerah ini pada tahun 2019 telah menghasilkan omset Rp 2,2 triliun. Target omset 2020 ini dipatok di angka Rp 2,7 triliun. Tentunya ini sebuah BUMD dengan rasa dan kinerja swasta.
Tak lepas dari target bisnis yaitu capaian laba, tentunya FS ini pun harus menjalankan fungsi sosial sebagai amanat dari Pemerintahan Daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai stabilitator barang kebutuhan pokok pangan. Serta pula diatur dalam Undang-Undang No 23 tahun 2014 pasal 331 ayat 4: mengembangkan perekonomian daerah, penyedian barang dan jasa, memperoleh laba.
Walaupun FS sebagai perusahaan BUMD ini belum memiliki sertifikat ISO 26000 SR, akan tetapi seluruh proses bisnisnya telah menerapkan ISO 26000 tersebut. Dalam ISO 26000 SR tersebut ada 3 poin yang sangat penting yaitu 3P, Profit, Planet, People. Ketiga komponen tersebut telah sesuai dengan core bisnis perusahaan stabilitator pangan milik daerah ini.
Dalam sebuah kesempatan presentasi penjurian TOP CSR Awards di Jakarta, Direktur Utama FS, Arief Prasetyo Adi menyatakan kepada dewan juri, “Kami melakukan bisnis ini bertumbuh dan berkembang serta memberikan manfaat bagi seluruh kepentingan. Mulai dari masyarakat, konsumen serta mitra-mitra kami yang tersebar disseluruh Indonesia, baik itu pada sector pertanian, peternakan dan industri, kami saling memberikan manfaat, win-win solution. Kami bina petani dan peternak di daerah dari kertidak mampuan para petani, setelah berjalan 4 tahun para petani mitra kami sudah berkemampuan besar. Seperti mitra kami peternak telur di Jawa Timur, saat ini peternak terbut telah memiliki omset sekarang Rp 4 miliar, ini salah satu bukti nyata membangun kebersamaan manfaat,” tutur Arief.
Menurut Arief yang juga insinyur arsitek ini menegaskan, pihaknya membangun proses bisnis ini dengan beyond CSR. “Kami tidak ingin pamrih. Kami telah melaksanakan seluruh kaidah ISO 26000 SR ini. Akan tetapi memang diperlukan pula ukuran dan nilai tingkat keberhasilan CSR yang kami jalankan. Dalam waktu dekat ini kami akan melakukan survey keberhasilan kami, kami juga akan membuat laporan suitainable report dan juga akan membuat Jouney Zero Hanger, tentunya dengan hal tersebut bisa menjadi acuan keberhasilan yang dapat di kopi pasti pemerintahan daerah laen,” ujar Arief yang selalu monomersatukan sang ibundanya.
Fotografer: Rendy MR/TopBusiness