Jakarta, TopBusiness – Sebagai perusahaan transportasi kereta listrik bawah tanah, kinerja PT MRT Jakarta (Perseroda) tak luput dari segudang risiko. Perseroan pun dituntut cermat dalam memitigasi risiko tersebut agar tak bisa menghambat kinerja perseroan.
Untuk itu, implementasi governance, risk, and compliance (GRC) yang diterapkan perseroan menjadi kunci sukses kinerja selama ini. Maklum saja, sebagai perusahaan yang baru saja beroperasi aktif di tahun lalu, ternyata sudah menorehkan hasil yang luar biasa, baik dari kinerja keuangan maupun non keuangan.
“Jadi prinsip dasarnya itu, seluruh pencapaian PT MRT saat ini bisa diraih karena adanya GRC yang baik. Dan tanpa GRC yang baik itu, hasilnya tak akan seperti ini. Makanya kita memiliki core values perusahaan yaitu I CAN, yakni Integrity, Customer Focus, Achievement Orientation, dan Nurturing Team Work,” tandas Direktur Utama PT MRT, William Sabandar saat proses penjurian Top GRC 2020 yang digelar Majalah TopBusiness secara virtual, di Jakarta, Senin (22/6/2020).
Untuk mengimpelentasikan GRC yang optimal itu, kata dia, perseroan juga mengatur struktur organisasi perusahaan. Seperti di bawah dewan komisaris ada Sekretaris Dewan Komisaris, Komite Sumber Daya Manusia dan Pengusahaan, Komite Pemantau Risiko dan Sekuriti, serta Komite Audit. Sedang yang berada di bawah Direksi yakni Komite Manajemen Risiko, Sekretaris Perusahaan, Corporate Strategy, Risk Management & QSSHE Assurance yakni untuk memastikan terlaksananya pengelolaan manajemen risiko dan kegagalan proses internal, kesalahan pengelolaan sumber daya manusia, sistem, dan lain-lain, serta adanya internal audit.
“Sehingga dengan struktur tersebut, direktur utama memastikan bahwa GRC perusahaan berjalan dengan sebaik-baiknya. Termasuk sebagai penanggung jawab good corporate governance (GCG) di lingkungan perseroan,” katanya.
Untuk implementasi manajemen risiko sendiri, kata dia, telah menerapkan ISO 31000:2018. Dengan komponen paling utama adalah komponen leadersheip. Sehingga pimpinan pucuk itu sudah sangat jelas dalam komitmennya untuk menegakkan risk management.
Dan dalam penerapannya, perseroan telah menerbitkan kebijakan yang mengatur manajemen risiko ini. Yaitu, kebijakan komisaris tentang Komite Pemantau Risiko dan Security, traktat komitmen direksi pengelolaan risiko, pedoman manajemen risiko, SOP dan working instruction (WI), SOP dan WI pengisian aplikasi sistem ERM, kebijakan persyaratan dan tugas risk officer di lingkungan PT MRT, surat tugas penunjukkan risk officer, dan kebijakan Komite Manajemen Risiko di lingkungan PT MRT.
Bebarapa risiko yang diidentifikasi itu dilakukan setiap bulan. Baik itu di rapat BoC atau BoD. Seperti risiko strategis maupun risiko operasional. “Dan di tahun lalu itu, tahun di mana risiko sangat banyak tapi alhamdulillah dengan kemampuan kita mengelola dan memitigasi risiko dengan baik. Jadi target-target itu bisa kita selesaikan dengan baik dan ditopang GRC yang baik,” tuturnya.
Selain itu, sebagai perusahaan baru perseroan juga terus memacu risk maturity level yang ternyata hasilnya cukup tinggi. Diawali di tahun 2017 yang berada di level 2,22 dari angka 5,00, kemudian naik menjadi 2,89 di 2018, 3,55 di 2019 dan diharapkan di level 4,14 pada tahun 2022 nanti. Risiko yang dinilai adalah, risk strategy, risk appetite, risk profile, governance structure, risk policies, risk monitoring & reporting, risk modeling & analysis, risk technology, dan risk culture.
Untuk GCG sendiri, karena perseroan sebagai BUMD maka mengacu ke regulasi dari Keputusan Gubernur DKI Jakarta, yakni Pergub DKI No 94 tahun 2004 tentang penerapan praktik GCG pada BUMD di Lingkungan Pemerintah DKI Jakarta. Dengan beberapa pedoman yakni, pedoman etika dan perilaku, pedoman pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), pedoman pengendalian gratifikasi, penyusunan pedoman SOP dan instruksi kerja.
Selanjutnya, pedoman pelaporan sistem, pedoman kerja dewan komisaris dan direksi, dan terakhir pedoman benturan kepentingan (conflict of interest). “Dan sejauh ini implementasi GCG untuk skor penilaiannya dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) meningkat dari tahun 2018 di 87,33 menjadi 85,14 di tahun lalu. Selain itu, kami juga tak lupa perseroan juga turut menerapkan praktik whistleblowing system (WBS),” terang William.
Kinerja PT MRT sendiri sepanjang 2019 lalu sangat menawan. Dengan laba bersih mencapai Rp146,7 miliar atau melonjak 207% dari tahun 2018 yang masih mengalami kerugian sebanyak Rp137,5 miliar. Dengan pendapatan mencapai Rp933,23 miliar. Sementara asset mencapai Rp17,3 triliun atau naik 29% dari sebelumnya Rp13,4 triliun. Dan pendapatan non tiket atau farebox sebanyak Rp225 miliar, berasal dari telekomunikasi 2%, periklanan 55%, retail dan UMKM sebanyak 1%, dan naming rights 33%.
Foto: Direktur Utama PT MRT, William Sabandar (baju putih) didampingi Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Muhammad Kamaluddin saat proses penjurian Top GRC 2020 secara online.