Dividen atau bagian laba yang diterima oleh pemegang saham menjadi tidak dikenakan pajak. Hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Undang-undang yang bertujuan untuk menumbuhkan kemudahan menciptakan lapangan kerja termasuk mendorong kemudahan investasi ini membawa angin segar bagi para investor saham dalam negeri, baik perorangan maupun badan.
Penulis:
Primandita Fitriandi (Pegawai BPPK)
UU Cipta Kerja mengubah ketentuan yang ada dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana diubah hingga terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008. Salah satu yang krusial adalah mengenai pengenaan dividen yang diterima dari dalam negeri dan luar negeri. Sesuai UU PPh, dividen yang yang diterima Wajib Pajak badan dalam negeri dengan kepemilikan lebih atau sama dengan 25% dari modal disetor tidak dikenai PPh, sedangkan yang kurang dari 25% dikenai tarif umum. Untuk dividen yang diterima orang pribadi dalam negeri dikenai PPh final 10%. Selanjutnya, untuk dividen yang diterima dari luar negeri, baik diterima orang pribadi atau badan, dikenai tarif umum Pasal 17 UU PPh.
UU Cipta Kerja mengubah ketentuan ini. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 sebagai peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja mengatur bahwa dividen yang diterima wajib pajak dalam negeri yang berasal dari dalam atau luar negeri dikecualikan dari objek PPh. Syarat pengecualian ini adalah dividen harus diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Perubahan ketentuan ini tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan pertumbuhan investasi di Indonesia. Mengutip dari idx.co.id, sepanjang 2020, jumlah investor di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdiri atas investor saham, obligasi, maupun reksadana, mengalami peningkatan sebesar 56 persen mencapai 3,87 juta Single Investor Identification (SID) sampai dengan akhir 2020. Selain itu, investor saham juga naik sebesar 53 persen menjadi sejumlah 1,68 juta SID. Kenaikan jumlah investor ini tentunya karena mereka merasa investasi di bursa sangat menjanjikan.
Terlepas dari hal itu, ketentuan baru pembebasan pajak atas dividen tentu membawa angin segar bagi investor. Investor yang semula mengalokasikan asetnya ke investasi lain bisa mulai melirik ke saham. Dividen bisa menjadi alternatif keuntungan yang menjanjikan. Apalagi BEI juga telah merilis daftar emiten yang rajin membagi dividen tiap tahunnya. Hal ini tentu bisa mempermudah investor dalam mencari saham yang diminati.
Pajak atas Dividen
Dividen merupakan bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham secara proporsional dengan jumlah saham yang dimiliki. Dividen berasal dari saldo laba ditahan (retained earnings) dari suatu perusahaan. Saldo laba ditahan tersebut merupakan akumulasi dari laba bersih perusahaan yang sebelumnya telah dikenai Pajak Penghasilan.
Sesuai UU PPh, dividen dibagi menjadi dua, yaitu dividen yang menjadi objek pajak dan bukan objek pajak. Dividen menjadi objek pajak apabila diterima oleh orang pribadi dalam negeri dan wajib pajak badan atau bentuk usaha tetap yang tidak memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh. Sedangkan dividen yang bukan objek pajak adalah yang diterima wajib pajak badan atau bentuk usaha tetap yang memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh. Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh menyebutkan bahwa dividen bukan objek pajak apabila diterima oleh perseroan terbatas (PT), koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang berdiri dan berkedudukan di Indonesia dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan dan PT, BUMN atau BUMD yang menerima dividen memiliki saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetorkan.
Sebelum adanya UU Cipta Kerja, perlakuan perpajakan atas dividen menganut classical system. Konsep ini menyatakan bahwa penghasilan yang bersumber dari perseroan dikenakan pajak sebanyak dua kali, yaitu di tingkat perseroan dan tingkat pemegang saham dalam bentuk dividen. Penerimaan negara akan bertambah, sebaliknya dari sisi pemegang saham menimbulkan beban pajak yang memberatkan.
Menurut Darussalam dan Septriadi (2017), terjadi pajak berganda secara ekonomis apabila terdapat situasi di mana suatu penghasilan yang sama dikenakan pajak lebih dari satu kali di dua atau lebih subjek pajak yang berbeda. Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat pengenaan pajak berganda secara ekonomis atas penghasilan dividen yang menjadi objek pajak yang diterima oleh orang pribadi dan badan, di mana atas penghasilan dividen tersebut dikenakan pajak berganda, yaitu pada saat berada di level penghasilan kena pajak perusahaan dan pada saat dividen tersebut diterima oleh pemegang saham.
Beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura telah menerapkan one-tier tax system. Sistem ini mengecualikan dividen sebagai objek pajak, sehingga pajak hanya dikenakan di tingkat perseroan. Malaysia sudah menerapkan sejak 2008 dan Singapura sejak 2003. Keputusan pemerintah untuk mengikuti menggunakan one-tier tax system ini perlu didukung dalam upaya mewujudkan ketentuan perpajakan yang adil dan sederhana dan menciptakan iklim investasi yang lebih baik.
Jumlah masyarakat yang investasi saham di bursa memang meningkat cukup signifikan. Meskipun jika dibandingkan jumlah penduduk yang sebanyak 271 juta jiwa, maka jumlah investor saham yang sebanyak 1,68 juta masih kurang dari 1 persen. Berbeda jauh dengan jumlah rekening tabungan masyarakat di bank yang mencapai 350 juta di akhir 2020 (LPS, 2020). Padahal, imbal hasil investasi di instrumen perbankan hanya sebesar sebesar 3-4 persen setahun, belum dipotong pajak penghasilan dan biaya administrasi. Sedangkan dividen yang dihasilkan di bursa yang terwakili dalam daftar IDX High Dividend selama tahun 2020 adalah 5,2 persen dan tanpa potongan pajak mulai saat ini.
Selain dari dividen, investor saham juga bisa mendapatkan hasil dari capital gain, yaitu selisih antara harga beli dan harga jual. Meskipun investor bisa mendapatkan hasil yang lebih besar dari saham, pengetahuan akan analisis fundamental atau teknikal tetap diperlukan. Selain itu, pengetahuan akan risiko berinvestasi di saham juga dibutuhkan, seperti prinsip high risk high return.