
Jakarta, businessnews.id — Pesta demokrasi setiap lima tahun atau yang dikenal dengan Pemilihan Umum (Pemilu) dapat menyumbang pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3 persen.
Hal itu disampaikan oleh pengamat politik Eep Saefulloh Fatah, dalam jumpa pers oleh Standard Chartered Indonesia, di Jakarta hari ini.
“Setiap Pemilu akan memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 0,3 persen dan itu terjadi setiap berlangsungnya Pemilu,” kata dia.
Ditambahkannya pertumbuhan ekonomi itu berasal dari sektor konsumsi seperti peningkatan permintaan kendaraan bermotor, konsumsi energi, dan alat-alat peraga kampanye yang lain. “Paling tidak, yang semula di rumahnya tidak ada kegiatan, sekarang ada papan nama menerima permintaan sablon,” terangnya.
Tiga bulan pra-Pemilu, para investor lokal maupun luar negeri akan menunggu keadaan dan melihat siapa calon presinen mendatang. Sedangkan sampai tiga bulan setelah Pemilu, akan ada euphoria terhadap pemimpin baru sehingga akan meningkatkan jumlah investor.
“Hal itu telah terjadi sejak Pemilu 2009 dan 2004 di mana FDI (foreign direct investment) meningkat,” kata Eep.
Namun hal itu terjadi bila presiden terpilih investor friendly. Akan berbeda jika presiden yang terpilih sebaliknya.
“Model presiden non-investor friendly itu seperti Hugo Chavez yang ultra-nasionalis,” kata pengajar di Universitas Indonesia itu. (ABDUL AZIZ/DHI)