Jakarta, TopBusiness – PT Wijaya Karya Beton Tbk (Wika Beton) kian matang dalam memetakan peluang bisnis, tantangan, dan juga kemungkinan risiko yang dihadapi dan strategi menghadapinya dengan memperkuat fungsi Tata Kelola, Risiko, dan Kepatuhan (GRC). Bahkan perusahaan juga telah mengembangkan sistem aplikasi teknologi informasi (TI) untuk integrasi dan optimalisasi GRC untuk kinerja yang lebih baik dan berkelanjutan.
Hal tersebut dilakukan selaras dengan komitmen perusahaan induk, yakni BUMN PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) dan juga implementasi fungsi GRC bagi bisnis yang berkelanjutan. Dalam hal ini perusahaan telah memiliki perangkat atau unsur yang lengkap, baik dari internal maupun eksternal untuk mendukung pelaksanaan GCG dan GRC ini. Seperti adanya Dewan Direksi, Dewan Komisaris, sistem regulasi, Komite Audit & Risiko Usaha, dan komite-komite pendukung lainnya.
“Sejalan dengan komitmen perusahaan induk kami dalam hal GCG dan juga pengelolaan risiko dalam bisnis, WIKA Beton juga menaruh perhatian besar terhadap penerapan fungsi GRC ini. Kami juga terus berupaya memantapkan penerapan manajemen risiko untuk mengelola segala bentuk ketidakpastian yang mungkin terjadi, atau dialami Perseroan. Implementasi GRC disadari menjadi semakin penting sebagai dasar dalam pengambilan berbagai keputusan strategis perusahaan untuk kelangsungan bisnis yang lebih baik dan berdaya saing,” ungkap Ahmad Fadli Kertajaya, Direktur Keuangan, Human Capital, dan Manajemen Risiko PT Wijaya Karya Beton Tbk., saat presentasi dan wawancara penjurian “TOP GRC Awards 2023” yang digelar Majalah Top Business Jakarta, (22/08/ 2023) secara virtual.
Dalam kaitan implementasi GCG maupun GRC, WIKA Beton, di antaranya telah melakukan internalisasi risk cultural di semua lini manajemen. Mulai dari top level hingga level pelaksanaan operasional di lapangan. Komunikasi, monitoring, dan feedback dari stakeholder WIKA Beton, termasuk di dalamnya pelaksanaan SOP dalam setiap aktifitas usaha, juga terus dioptimalkan dengan menerapkan konsep Three Line of Defense, pertahanan tiga lapis. Bahkan untuk optimalisasinya, perusahaan juga telah membangun dan mengembangkan sistem aplikasi IT tersendiri untuk mendukungnya, sekaligus mendorong tingkat risk maturity level yang lebih mendalam.
“PT WIKA Beton berkomitmen mengimplementasikan standar tertinggi dari praktik Tata Kelola Perusahaan yang Baik atau GCG dengan tujuan agar dapat mengoptimalkan kinerja perusahaan serta memberikan nilai lebih kepada para pemangku kepentingan. Dalam kaitan ini, perusahaan juga terus berupaya memantapkan dan melakukan evaluasi dan penilaian berkala untuk optimalisasinya. Untuk skor GCG penilaian yang mengacu Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN No. SK-16/S.MBU/2012, tahun 2020 GCG WIKA Beton berdasarkan self assessment oleh internal auditor, skor penilaian GCG mencapai 88.936 dengan predikat Sangat Baik. Tahun 2022 lalu dari self assessment kembali meraih predikat sangat baik dengan skor GCG yang lebih tinggi, yakni 90.750. Untuk Risk Maturity Level-nya, berdasarkan assessment yang dilakukan, tahun 2022 skor Cross Assessment WIKA berada di posisi 3,90 atau dengan predikat rasio terukur, terkelola berlaku di seluruh Perusahaan,” ujar Ahmad Fadli Kertajaya, di dampingi tim dari PT Wijaya Karya Beton Tbk.
Turut hadir dalam wawancara ini secara virtual ini, di antaranya Komisaris Independen- Nita Prihutaminingrum, Komite GCG- Priatna Agus Setiawan, Sekretaris Perusahaan- Dedi Indra, Kepala SPI- Kukuh Bardianto, Manajer bidang Legal & GCG-Deden Alfaisal, Manajer Divisi Pengendalian dan ManRisk- Deny Setiawan, Manajer Bidang Pengendalian Produksi dan ManRisk- Rudi Zatmiko. Adapun tim juri penilai di antaranya Dr. Melani K. Harriman (Melani K Harriman & Associate), dan Ben DehaanSenior Advisor MSI Group), M Lutfi Handayani, ST. MBA (Ceo MSI dan Pemred TopBusiness), DR. Aldrin Herwany, S.E., MM – Akademisi Universitas Padjajaran Bandung, dan Dwinda Ruslan (Yayasan Pakem) yang dimoderatori oleh Ahmad Chury (Solusi Kinerja Bisnis /SKB).
Dalam presentasinya, Ahmad Fadli menyatakan bahwa dalam konteks GCG dan GRC, secara umum perusahaan telah menempatkannya menjadi bagian tak terpisah dalam proses kerangka kerja perusahaan. Semua tahap-tahapan ini dilakukan, mulai dari mengidentifikasi (risiko), kemudian melakukan evaluasi, memetakan risiko yang telah kita monitor dan langkah memitigasinya.
Sementara itu, dalam praktek GCG terutama penerapan Whistleblowing System, Wika Beton juga sudah memiliki prosedurnya. Adapun mekanisme pelaporan pelanggaran itu sudah ada di Code of Conduct. Untuk memperkecil terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, dalam pengadaan barang dan jasa, Wika Beton juga sudah menerapkan apa yang disebutnya sebagai e-procurement dan i-procurement dengan strategi integrasi informasi menggunakan sistem aplikasi berbasis IT yang dikembangkan untuk semua proses pengadaan.
“Mulai dari permintaan pengadaan hingga pembelian barang/jasa yang terintegrasi dengan vendor dan semua bagian terkait dengan Integrated Procurement, semua proses saat ini sudah by system, baik vendornya mendaftar, vendornya mengajukan penawaran, (hingga) negosiasi. Sehingga ini bisa memperkeciil hal-hal yang tidak kita inginkan,” ujarnya.
Kelangsungan Transformasi Digital
Tak dapat dipungkiri, pandemi Covid-19 telah mempengaruhi kinerja bisnis banyak perusahaan, termasuk Wika Beton. Dalam menyiasati kondisi ini, Wika Beton juga melakukan akselerasi sistem manajemen dan layanan melalui strategi bisnis yang dinamakan Wika Beton Digitalization. Di antaranya mencakup juga untuk Supply Chain dan digitalisasi proses produksi sebagai upaya bertransformasi menuju Industri 4.0.
“Hal ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN Tahun 2020-2024, mengenai penerapan Industri 4.0 dalam inovasi sektor industri melalui making Indonesia 4.0 dengan tujuan meningkatkan produktivitas, efisiensi, konstribusi nilai tambah dan daya saing keberlanjutan industri nasional,” ujarnya.
Transformasi digital ini juga terus diperkuat, termasuk untuk implementasi GCG dan fungsi GRC. Dalam hal ini dilakukan dengan melakukan Integrasi bisnis proses dalam Enterprise Resource Planning (ERP) untuk kecepatan pengambilan kecepatan keputusan dalam merespons dinamika yang terjadi di pasar. Integrasi digitalisasi untuk GRC juga bertujuan membantu perusahaan mengelola risiko dengan baik dan mengantisipasi ketidakpastian melalui sistem IT.
Transformasi digital juga telah dilakukan untuk mendukung pengelolaan bisnis dan juga aspek pengelolaan risiko atau GRC ini. WIKA Beton memutuskan untuk mengimplementasikan sistem berbasis ERP (Enterprise Resource Planning) yang disebut dengan SAP (System Application and Product in Data Processing) agar dapat membantu dalam integrasi data dan informasi dari Divisi Keuangan dan Divisi Human Capital. Dengan integrasi tersebut, WIKA Beton dapat memperoleh informasi yang akurat, real-time, dan akuntabel untuk mengambil keputusan yang lebih baik dan efektif. Implementasi SAP yang dilakukan WIKA Beton melibatkan modul-modul utama seperti Human Capital Management (HCM) dan muara transaksi tersebut adalah modul Financial Accounting (FI) dan Controlling (CO) & Funds Management (FM).
Penerapan Whistleblowing System (WBS) sebagai salah satu instrumen penting dalam GCG juga terus diperkuat dengan sistem baru. Di antaranya penguatan Prosedur Pengaduan Pelanggaran terhadap Code of Conduct (Whistle Blower).
Terkait tema penilaian dalam pejurian “TOP GRC Awards 2023- Building resilient future through ESG & GRC”, Wika Beton juga mendorong pengembangan ketahanan bisnis melalui pendekatan ESG (Environement, Social, & Governance) agar kinerja bisnis perusahaan dapat terus tumbuh berkelanjutan. Kebijakan dan implementasi ESG, di antaranya dilakukan dalam penggunaan air atau Water Footprint. Hal ini dilakukan WIKA Beton karena perusahaan yang menghasilkan produk precast untuk bangunan dan konstruksi ini, menggunakan air sebagai salah satu material penting dalam proses produksinya. Dalam hal ini, dilakukan melalui water management yang diupayakan engineering pada penggunaan material air yang lebih sedikit pada komposisi beton.
“Perusahaan juga melakukan pengolahan kembali pada limbah cair dari produksi agar air dapat digunakan baik seluruhnya/ sebagian pada proses produksi berikutnya. Sisa limbah cair yang tidak termanfaatkan tetap diolah agar pada titik penaatan hasil pemeriksaan air limbah tetap memenuhi regulasi,” jelas Ahmad Fadli.
Strategi peningkatan GCG dan optimalisasi fungsi GRC ini lanjutnya, secara umum juga berdampak signifikan terhadap kinerja bisnis perusahaan. Hal ini di antaranya dapat dilihat adanya tren peningkatan penjualan maupun laba Perusahaan dibanding periode sebelum-sebelumnya. Misalnya untuk tahun tahun 2022 omzet penjualan perusahaan mencapai sekitar Rp 6 triliun, naik dari tahun sebelumnya 2021 sebesar Rp 4,5 triliun. “Dengan kondisi yang kian kondusif panca pademi covid-19, tahun 2023 ini kami optimistis penjualan ditarget bisa naik hingga mencapai Rp 7,6 triliun,” tegasnya.
Penulis: Ahmad Chury