DALAM postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, penerimaan pajak memiliki peran penyumbang terbesar dalam target pendapatan negara, yaitu sebesar Rp 1.424,0 triliun dari total penerimaan negara sebesar Rp 1.894,7 triliun. Angka ini terbilang fantastis mengingat penerimaan pajak mengambil bagian 75,16% dari total penerimaan negara Indonesia.
Ibarat negara sebuah kendaraan, pajak merupakan bahan bakar. Tanpa pajak, fungsi negara tidak akan bisa berjalan. Peran pajak sangat penting agar pemerintah dapat menjalankan tugas dan fungsinya yaitu mewujudkan kesejahteran dan kemakmuran bagi rakyatnya.
Demi mencapai target penerimaan pajak tersebut, pemerintah menetapkan langkah perbaikan perpajakan yang terdiri dari Automatic Exchange of Information (AEOI), Insentif Perpajakan, Peningkatan SDM dan Regulasi, Peningkatan Data dan Sistem Informasi Perpajakan, serta Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.
Penurunan Tarif Pajak UMKM
Menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UMKM), jumlah pelaku UMKM di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 59,2 juta berbanding jauh dengan data dari Direktorat Jenderal Pajak, yang mana hanya 1,5 juta pelaku UMKM membayar pajak dengan total pembayaran Rp 5,8 T. Padahal, kontribusi sektor UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 60%.
Peluncuran penerapan kebijakan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebesar 0,5% di Jatim Expo, Surabaya, Jumat, 22 Juni 2018 merupakan salah satu upaya pemerintah menjawab tantangan perpajakan dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Penurunan tarif ini bertujuan, selain mendorong peran masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal, memberikan keadilan, serta memberikan pengetahuan tentang manfaat pajak bagi masyarakat, juga mendorong pelaku UMKM melaksanakan kewajiban perpajakan dan memberikan kontribusi dalam mencapai target penerimaan pajak. Kebijakan PP 23 Tahun 2018 ini, sebagai pengganti atas PP 46 Tahun 2013 yang menerapkan tarif pajak 1% dari omzet yang telah berlaku efektif selama lima tahun sejak 1 Juli 2013.
Meningkatkan Kepatuhan atau Menurunnya Penerimaan
Penurunan tarif setengah persen ini, meskipun menjadi upaya optimis pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan pelaku UMKM dalam membayar pajak, masih terdapat beberapa kendala dalam penerapannya. Kendala tersebut berupa kewajiban pelaku UMKM untuk melaksanakan pembukuan setelah jangka waktu penerapan PP 23 berakhir, yaitu 7 tahun untuk Orang Pribadi dan 4 tahun untuk Badan. Dilihat di satu sisi, pembukuan memiliki banyak manfaat positif bagi pelaku bisnis. Akan tetapi, pembukuan akan sulit dilaksanakan apabila pengetahuan pelaku bisnis tentang cara membuat pembukuan itu sendiri tidak memadai. Selain belum adanya kesadaran penuh mengetahui kewajibannya sebagai warga negara, yaitu membayar pajak, rendahnya pengetahuan akan cara membuat pembukuan juga akan menjadi kendala bagi pelaku UMKM untuk patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Kendala lain adalah penerapan keadilan dalam memungut pajak. Menurut Adam Smith, dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal “The Four Maxims”, salah satu asas pemungutan pajak adalah asas equality (asas keadilan). Pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi. Masyarakat akan enggan membayar pajak apabila pajak tidak diberlakukan bagi seluruh warga negara yang memiliki penghasilan. Sebagaimana diketahui, penjualan produk usaha pelaku bisnis sudah mengalami perkembangan pesat khususnya dalam memasarkan produk lewat media elektronik (e-commerce). Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah e-commerce di Indonesia mencapai 26,2 juta dari tahun 2006-2016 semakin meningkat dari tahun ke tahun. Artinya, perlu dilakukan peninjauan ulang apakah asas keadilan dalam memungut pajak tersebut sudah diterapkan secara menyeluruh, baik pelaku UMKM yang menjual produknya secara langsung ataupun menggunakan media elektronik.
Dengan berbagai kendala ini, pemerintah harus mengevaluasi secara berkala dampak penerapan kebijakan tersebut dan membuat solusi praktis yang dapat membantu pelaksanaan PP 23 tahun 2018. Apabila kendala tersebut tidak dievaluasi secara menyuluruh, mengakibatkan terjadinya penurunan penerimaan negara. Jika jumlah pelaku UMKM yang terdaftar sebagai wajib pajak tidak mengalami peningkatan, namun penurunan tarif pajak diberlakukan, akan memangkas setengah dari pendapatan negara.
Bangga Bayar Pajak
Menjawab permasalahan yang ada, pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat mensosialisasikan cara penggunaan aplikasi Akuntansi UKM yang dapat diunduh melalui aplikasi android kepada pihak internal DJP maupun pelaku UMKM. Aplikasi ini mempermudah pembuatan pencatatan untuk PPh Final UMKM serta dapat digunakan sebagai media belajar membuat pembukuan. Selain itu, seluruh pegawai DJP harus aktif dalam mensosialisasikan penurunan tarif serta memberikan layanan pendampingan untuk membantu pelaku UMKM belajar melaksanakan pembukuan sampai batas waktu yang ditetapkan.
Pemerintah dapat menindaklanjuti permasalahan pelaku UMKM yang memasarkan barang dagangannya secara online, namun tidak membayar pajak dengan membuat kebijakan. Kebijakan seperti penetapan tarif pajak, pengadaan kerja sama dengan perusahaan e-commerce yaitu izin usaha diberikan apabila pelaku UMKM memiliki kartu NPWP dan teratur dalam membayar pajak. Menetapkan sanksi, seperti izin usaha akan dicabut apabila tidak bayar pajak dan lapor SPT Tahunan dalam satu tahun serta pendataan menyeluruh bagi pelaku bisnis UMKM. Hal ini menjadi salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan jumlah wajib pajak.
Selain dari usaha pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, masyarakat juga harus berperan aktif membayar pajak, khususnya sepenuh hati menyadari bahwa dari penghasilan yang diterima terdapat kewajiban yang harus dikembalikan kepada negara. DJP mencatat adanya peningkatan 84.534 Wajib Pajak melakukan pembayaran PPh UMKM 0,5% yang sebelumnya tidak membayar pajak dalam kurun waktu April-Juli 2018. Dengan adanya peningkatan ini, pelaku UMKM yang belum mendaftarkan diri menjadi wajib pajak maupun yang sudah terdaftar namun belum membayar pajak seharusnya memanfaatkan fasilitas penurunan tarif pajak yang diberikan oleh negara. Pelaku UMKM harus memiliki rasa malu apabila hanya berstatus sebagai free rider (penumpang gratis) yang menikmati segala fasilitas negara tanpa ikut berkontribusi di dalamnya. Dengan diberlakukannya penurunan tarif 0,5% dari omzet, pelaku UMKM dapat mewujudkan rasa cinta tanah air dengan bangga bayar pajak.
Penulis: Ryanti Martini Damanik (Pegawai KPP Pratama Palangka Raya)
Mohon maaf mau bertanya, apakah saat ini Palangka raya masih menerapkan PP nomor 23 tahun 2018 untuk pajak UMKM ? Atau sepenuhnya menggunakan peraturan baru mengenai peraturan perpajakan harmonisasi ya? Terimakasih 🙏