Jakarta, TopBusiness – Perkembangan bisnis PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk atau Bank Jatim dalam tiga tahun terakhir cukup membanggakan. Tahun 2019, bank BUMD ini masih berada di peringkat tiga secara nasional, tapi saat ini sudah menyodok ke peringkat 2 nasional di bawah Bank BJB.
Keberhasilan itu yang memicu manajemen Bank Jatim untuk mengubah visi perusahaan pada awal 2021 yakni Menjadi Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nomer 1 di Indonesia. Sebelum itu, visi Bank Jatim adalah menjadi regional champion bank di Indonesia.
“Ini keinginan bersama untuk menjadi BPD yang berkontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi daerah secara berkesinambungan serta menjadi BPD yang memiliki keunggulan kompetitif sehingga mampu bersaing dan bahkan mengungguli bank-bank lain, khususnya BPD,” kata Erdianto Sigit Cahyono, Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Jatim dalam penjurian TOP GRC Awards 2022 yang dilakukan secara daring, pada Jumat, 1 Juli 2022.
Keberhasilan tersebut tak terlepas pembenahan yang dilakukan Bank Jatim dalam pelaksanaa governance, risk management, dan compliance (GRC). “Bank Jatim saat ini sedang berbenah dalam tata kelola perusahaan dan manajemen risiko yang semuanya itu masih dalam lingkup GRC,” ujar Erdianto.
Kelengkapan sistem dan infrastruktur GRC
Untuk mendukung pelaksanaan GRC, manajemen Bank Jatim memiliki kelengkapan sistem dan infrastruktur GRC, antara lain adalah Komite Manajemen Risiko (Komenko). Komite ini diketuai langsung oleh direktur utama Bank Jatim, dan selaku ketua pengganti adalah Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko. Sekretaris Komenko adalah pemimpin Divisi Manajemen Risiko Perusahaan, sedangkan anggota tetap seluruh direksi dan anggota tidak tetapnya pejabat eksekutif/ pemimpin divisi terkait
Tugas utama Komenko adalah menyusun kebijakan, strategi, dan pedoman penerapan Manajemen Risiko. Selain itu, menyampaikan penilaian tingkat kesehatan bank dan pengukuran tingkat risiko.
“Komenko juga menetapkan limit risiko, limit bisnis, dan limit operasional lainnya serta rencana darurat (contingency plan) dalam kondisi terburuk,” ujar Erdianto.
Tugas lainnya adalah menetapkan hal-hal terkait dengan keputusan bisnis yang menyimpang dari prosedur normal. Selain itu juga menyampaikan isu-isu strategis yang selaras dengan strategi bisnis yang telah ditetapkan oleh Divisi yang membidangi.
“Komite yang dibentuk ini dalam rangka mempertahankan eksposur risiko pada batas atau limit yang dapat diterima dan menguntungkan, sehingga kegiatan usaha Bank dapat tetap terkendali dan menjalankan kegiatan usaha Bank berdasarkan prinsip kehati-hatian,” tuturnya.
Dalam implementasi manajemen risiko, Bank Jatim melakukan identifikasi risk profile dengan cara mengenali dan memahami seluruh risiko yang melekat (inherent risks). Setelah dilakukan identifikasi risiko, selanjutnya dilakukan pengukuran, dan pemantauan risiko.
Pengukuran risiko tersebut, kata Erdianto, dimaksudkan agar Bank mampu mengkalkulasi eksposur risiko yang melekat pada setiap aktivitas sehingga dapat diperkirakan dampaknya terhadap kinerja Bank. Secara berkala dilakukan evaluasi terhadap eksposur risiko, terutama yang bersifat material dan atau yang berdampak pada kinerja Bank.
Menurut Erdianto, hasil pemantauan yang mencakup evaluasi terhadap eksposur risiko tersebut dilaporkan secara tepat waktu, akurat dan informatif yang akan digunakan untuk mengambil keputusan, termasuk tindak lanjut yang diperlukan dalam rangka memantau risiko.
Perapan 3 Line of Defence
Dalam implementasi manajemen risiko, Bank Jatim menerapkan 3 Line of Defence atau tiga lapis pertahanan. Pertahanan lapis pertama dilaksanakan oleh unit atau komponen atau fungsi bisnis yang melakukan aktivitas operasional perusahaan sehari-hari, terutama yang merupakan garis depan atau ujung tombak organisasi.
Pertahanan lapis pertama ini memastikan adanya lingkungan pengendalian (control environment) yang kondusif di unit bisnis mereka. Lapis pertama ini juga menerapkan kebijakan manajemen risiko yang telah ditetapkan sewaktu menjalankan peran dan tanggung jawab mereka terutama dalam mengejar pertumbuhan perusahaan.
“Mereka diharapkan secara penuh kesadaran mempertimbangkan faktor risiko dalam keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang dilakukannya,” kata Erdianto.
Sementara itu, pertahanan lapis kedua dilaksanakan oleh fungsi-fungsi manajemen risiko dan kepatuhan, terutama yang sudah terstruktur, misalnya departemen atau unit manajemen risiko dan kepatuhan. Pertahanan lapis kedua ini bertanggung jawab dalam mengembangkan dan memantau implementasi manajemen risiko perusahaan secara keseluruhan.
Selain itu, melakukan pengawasan terhadap bagaimana fungsi bisnis dilaksanakan dalam koridor kebijakan manajemen risiko dan prosedur-prosedur standar operasionalnya yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pertahanan lapis kedua ini juga memantau dan melaporkan risiko-risiko perusahaan secara menyeluruh kepada organ yang memiliki akuntabilitas tertinggi di perusahaan.
Sedangkan pertahanan lapis ketiga dilaksanakan oleh auditor baik auditor internal maupun auditor eksternal. “Peran auditor internal jauh lebih intens dalam model three lines of defense ini karena mereka adalah bagian internal perusahaan yang bersifat independen terhadap fungsi-fungsi lainnya,” ujarnya.
Pelaksanaan tata kelola bank (good corporate governance /GCG) di Bank Jatim telah dilakukan penilaian baik internal maupun eksternal. Skor penilaian GCG tahun 2021 berdasarka penilaian Otoritas Jasa Keuangan berada di peringkat 3, sama dengan penilaian tahun 2020. Bank Jatim juga melaksanakan penilaian sendiri (self assessment) GCG) yang hasilnya sudah dilaporkan ke OJK.
Bank Jatim juga telah memiliki Sistem Pelaporan Pelanggaran atau Whistleblowing System (WBS) yang dapat diakses melalui website( www.bankjatim.co.id), nomor telepon 0813-3000-3040 (Whatsapp), serta datang langsung dan Surat ke Divisi Audit Internal Bank Jatim (Jalan Basuki Rahmat No 98-104 Surabaya).
Menurut Erdianto, WBS ini merupakan sebuah sarana pengelolaan pelaporan atas dugaan pelanggaran yang terjadi di lingkungan ataupun melibatkan pihak internal Bank Jatim. “Setiap pelaporan pelanggaran yang dilakukan mendapat jaminan kerahasiaan identitas serta hak-hak pelapor,” tutur Erdianto.
IT Strategic
Penerapan GRC di Bank Jatim didukung oleh penggunaan teknologi informasi (IT). Strategi Bank Jatim dalam penerapan TI ini ada tiga yakni alignment , value delivery serta percepatan & penguatan. Alignment berarti fokus pada keselarasan solusi IT dengan bisnis dalam memberikan added value pada produk dan services.
Sedangkan Value Delivery berarti konsentrasi pengeluaran biaya dan pembuktian bahwa IT menghasilkan nilai optimal dan memenuhi kebutuhan bisnis. Selain itu, fleksibel untuk mengadopsi kebutuhan di masa mendatang, mudah digunakan, resiliency dan aman, terintegrasi akurat serta informasi up to date.
Percepatan & penguatan berarti dalam pengembangan internal telah digunakan platform outsystem yang mampu mempercepat waktu development sebuah program. Seluruh aplikasi yang dikembangkan juga telah melalui uji security sesuai dengan indikator yang ada pada peraturan regulator, untuk mendukung kehandalan bisnis bank.
Penggunaan TI di Bank Jatim sangat membantu dalam implementasi GRC dan tujuan presidensi G20, terutama terkait alat pembayaran digital. Dalam penggunaan sistem pembayaran digital untuk mendukung integrasi ekonomi, Bank Jatim telah mengimplementasikan QRIS yang mampu untuk ditransaksikan baik secara statis maupun dinamis.
“Saat ini juga kami telah menjajaki untuk pengembangan QRIS cross border. Selain itu juga telah diimplementasikan pembayaran menggunakan KATEPAY, di mana kartu identitas anak dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran di lingkungan sekolah,” kata Erdianto.
Untuk mendukung kemanan pelaksanaan transaksi digital, menurut dia, teknisi Bank Jatim telah melakukan proteksi menyeluruh pada mobile apps yang telah dikembangkan. Hal itu juga didukung kerja sama dengan dinas kependudukan dan pencatatan sipil untuk memastikan validasi pengguna.
“Kami juga telah bekerja sama dengan provider telekomunikasi agar nomor nasabah yang digunakan benar-benar aman dan termitigasi dari risiko skiming,” ucapnya.
Performa Bisnis
Komitmen Bank Jatim dalam implementasi GRC membuahkan performa bisnis yang mumpuni. Hal itu terlihat dari total dana pihak ketiga (DPK) yang mencatat adanya pertumbuhan sebesar 21,52 persen pada 2021, dari Rp 68,46 triliun (2020) menjadi Rp 83,2 triliun.
Demikian pula realisasi kredit pada 2021 meningkat dari Rp 41,48 triliun menjadi Rp 42,74 triliun. Sedangkan total aset 2021 naik 20,45 persen, dari Rp 83,61 triliun (2020) menjadi Rp 100,72 triliun. Laba bersih Bank Jatim tahun 2021 tercatat naik 2,29 persen dari Rp 1,48 triliun menjadi Rp 1,52 triliun.
“Pencapaian kinerja Desember 2021 secara keseluruhan baik, walaupun komponen DPK yaitu tabungan tidak mencapai target, namun secara total DPK tercapai serta penyaluran kredit masih belum optimal, namun semua lini secara YoY tumbuh positif bahkan di situasi pandemi,” papar dia.
Peranan di Masa Pandemi
Erdianto menambahkan, di masa pandemi covid-19, Bank Jatim melakukan restrukturisasi kredit nasabah terdampak pandemi dan penyaluran dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk masyarakat terdampak covid.
Sampai 31 Desember 2020, Bank Jatim telah merestrukturisasi kedit sebesar Rp1,93 triliun yang diberikan kepada 3.368 debitur terdampak covid-19 pada berbagai segmen.
Untuk pelaksanaan Program PEN tahap I (14 Agustus 2020 hingga 10 Februari 2021), Bank Jatim telah menyalurkan Rp 8,09 triliun kepada 109.767 debitur di berbagai sektor ekonomi di Provinsi Jawa Timur, baik segmen produktif maupun konsumtif.
Sedangkan untuk PEN tahap II (10 Februari 2021 hingga 22 Maret 2021), Bank Jatim telah menyalurkan Rp 470 miliar kepada 4.118 debitur di berbagai sektor ekonomi di Provinsi Jatim.