Jakarta, TopBusiness – Kinerja Perumda Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jogja dengan memanfaatkan pangsa pasar besar di Kota Yogyakarta terus bertumbuh positif. Kendati sempat tergerus akibat pandemi covid-19, namun di tahun ini performa BPR yang didirikan pada 12 Mei 1961 itu mulai terlihat tanda-tanda positif.
Sepertinya, dibanding BPR-BPR sejenis di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, eksisten Bank Jogja masih lebih apik ketimbang kompetitornya. Alhasil, dengan brand Bank Jogja yang kuat itulah membuat bank ini kian memiliki pangsa pasar yang kuat di masyarakat. Hal ini seolah selaras dengan Visi Bank Jogja, yakni “Menjadi BPR Terbaik dan Terpercaya Pilihan Masyarakat.”
Dan untuk mencapai Visi tersebut, Bank Jogja pun konsisten mengusung Misinya yaitu, pertama, melakukan kegiatan perbankan terbaik dengan mengutamakan usaha mikro, kecil, dan menengah; kedua, memberikan pelayanan yang melampaui kepuasan nasabah melalui jaringan pelayanan yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional.
“Serta ketiga, memberikan manfaat yang optimal dan berkesinambungan kepada pemilik, pengelola, nasabah, dan masyarakat,” tutur Direktur Utama Bank Jogja, Kosim Junaedi dalam proses penjurian secara virtual Top BUMD Awards 2021 yang digelar Majalah TopBusiness, Selasa (7/9/2021).
Dalam proses penjurian ini, Kosim didampingi oleh Helpiati Tarigan selaku Direktur Kepatuhan, Handi Suseno selaku Kabag SKAI, dan Fitri Musdiyanti selaku Kabag Umum & SDM.
Di depan Dewan Juri, Kosim menuturkan, selama ini berdasar data dari laporan publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2020 lau, cengkeraman Bank Jogja di Kota Gudeg tersebut menguasai pangsa pasar sebesar 57%, sisanya BPR-BPR lain di Kota Jogja.
Tak hanya itu, untuk jumlah asset yang dikelola Bank Jogja dibanding lima BPR besar lain di seluruh DIY, Bank Jogja tetap dianggap paling besar. Faktanya, per akhir Desember 2020 lalu, total asset Bank Jogja mencapai Rp928 miliar.
Angka tersebut masih di atas dari BPR lainnya, yakni Bank Sleman, BPR Bhakti Daya Ekonomi di Sleman, Bank Kulon Progo, Bank Daerah Gunungkidul, dan Bank Bantul. Padahal, di tahun-tahun sebelumnya, total asetnya sempat di bawah Bank Sleman.
Sementara untuk market share di DIY sendiri, ditilik dari tiga komponen yakni asset, kredit yang diberikan (KYD), dan dana pihak ketiga (DPK) dibanding 52 BPR lainnya, posisi BPR satu ini mampu mengenyam kue di atas 10%. Untuk asset yang tadi sebesar Rp928 miliar merupakan 12,20% dari market share sebanyak Rp6,679 triliun, lalu KYD sebanyak Rp792 miliar setara dengan 13,95% dari pangsa pasar senilai Rp4,887 triliun, dan DPK sejumlah Rp645 miliar setara dengan 11,25% dar market share-nya di posisi Rp5,087 triliun.
“Jadi masyarakat Kota Jogja ini sangat paham dengan Bank Jogja. Terlebih dulu, sebelum pandemi itu, kami sering mengadakan sosialisasi di lapangan-lapangan besar di DIY, termasuk di lapangan Mandala Krida. Di situ kami buat acara seperti undian tabungan, dengan dihadiri 10 ribu nasabah. Setahun bisa dua kali. Dan ternyata acara ini cukup memberi efek positif dari sosialisasi brand Bank Jogja itu,” cerita Kosim.
Kini, Kosim melanjutkan, seiring perekonomian yang mulai membaik di tahun ini, kiprah Bank Jogja pun mulai membaik. Dia akhir berharap, hingga akhir tahun kinerja perseroan bisa mendekati seperti tahun-tahun sebelum pandemic. Hingga Agustus 2021, laba bersih Bank Jogja sebesar Rp8,8 miliar dengan setoran PAD diperkirakan sebanyak Rp4,84 miliar.
Angka tersebut jelas lebih baik ketimbang tahun lalu yang hanya menorehkan laba bersih Rp3,1 miliar dengan setoran PAD ke Pemkot Yogyakarta cuma Rp1,6 miliar. Padahal di tahun 2019 yang merupakan tahun terbaik performa Bank Jogja berhasil meraup laba bersih mencapai Rp22 miliar dengan PAD yang bisa disetor sebanyak Rp12 miliar.
Sementara di tahun-tahun sebelumnya, laba bersih yang dikumpulkan dan setorang PAD-nya juga masih tinggi masing-masing adalah, di 2018 (Rp19 miliar dan Rp10 miliar), 2017 (Rp16 miliar dan Rp8 miliar), 2016 (Rp14 miliar dan Rp7 miliar), dan 2015 (Rp11 miliar dan Rp5 miliar).
Sedang rasio-rasio perbankan per akhir 2020 lalu yang dikantongi Bank Jogja juga lumayan sehat. Seperti loan to deposit ratio (LDR) yang sehat di posisi 85,37% dari parameter sehat <94,75%, lalu non performing loan (NPL) juga sangat sehat di level 1,64% dari parameter sehat <5%, kemudian cash ratio (CR) juga sehat di level 9,35% dari parameter sehat di posisi >4,05%.
Hanya saja untuk rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) masih cukup tinggi, sehingga masuk kategori kurang sehat di level 96,32%, sementara parameter sehat di <93,52%. Serta return on asset (RoA) di level 0,45% atau tidak sehat, sebab parameter sehatnya di angka >1,215%.
“Hal ini terjadi karena kami banyak melakukan pencadangan atas kredit macet di 2020 lalu, sehingga membuat BOPO masih tinggi dan RoA-nya mengecil,” kata dia.
Jaga Pertumbuhan
Lebih jauh Kosim menegaskan, pihaknya akan terus berupaya agar kinerjanya bisa terus bertumbuh di tengah pandemi seperti saat ini. Untuk itu, Bank Jogja mengusung beberapa strategi pemasaran. Pertama, meningkatkan kualitas pelayanan untuk menjaga loyaitas nasabah; kedua, menciptakan segmentasi nasabah dan positioning produk layanan yang sesuai.
Lalu ketiga, menekan cost of fund dan optimalisasi cross selling; keempat mengoptimalkan promosi sesuai dengan segmen pasar melalui media pemasaran baik media massa maupun elektronik; dan kelima, meningkatkan kerja sama dengan organ pemerintah daerah atau OPD terkait seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Koperasi dan UMKM, dalam mengoptimakan penyaluran kredit ke pelaku UMKM di kota Yogyakarta.
Sejauh ini, diakui Kosim, kredit terhadap UMKM memang masih rendah dibanding kredit konsumtif kepada kalangan ASN. Namun ke depan, sesuai dengan keinginan pemerintah daerah juga akan menggenjot pembiayaan ke pelaku UMKM.
“Saat ini porsinya 80 persen untuk ASN dan 20 persen untuk UMKM. Memang ini tidak popular, tapi dengan situasi saat ini, kami justru diselamatkan dengan adanya kredit adari ASN ini. Mudah-mudahan nanti setelah pandemi ini selesai kita akan akselerasi ke kredit sektor UMKM,” tandas Kosim.
Dirinya mengaskan, untuk membina kalangan UMKM ini, Bank Jogja sudah memiliki program literasi dan sosialisasi perbankan ke Forum UMKM atau Asosiasi UMKM yang berada di setiap kecamatan di Jogja. Dari situ digarap pertemuan secara periodik dengan menghadirkan pelaku UMKM yang sukses dalam mengelola bisnisnya. Dan secara bersamaan, pihak Bank Jogja juga sekaligus mensosialisasikan produk-produk pembiayaan untuk kalangan UMKM itu.
Untuk diketahui, Bank Jogja ini kepemilikan sahamnya 100% dikantongi Pemkot Yogyakarta dengan modal dasar sebanyak Rp350 miliar dan modal disetor sebesar Rp104,54 miliar. Bank ini didirikan sekitar 60 tahun silam.
FOTO: TopBusiness